aku tak sempurna, begitu juga hati ini
aku tak kuasa atas rasa yang menyelimuti
mungkin kau tidak menyadari ini semua
kehadiranmu begitu dalam merengkuh jiwaku
tiada sesal telah memilikimu
tiada jenuh melangkah bersamamu
tapi inilah hatiku yang telah mencintaimu
inilah jiwaku yang tak mengerti cinta
tak ada nada indah tanpa senyummu
tak ada sinar cerah tanpa binarmu
tak ada sejuk tanpa nafasmu
aku masih menatap mentari barat meredup
dengan segala kekuatan….
aku akan tetap berdiri…
dengan punahnya harap… aku akan tetap bernafas…
tatapanmu masih hangat dalam ingatanku
masih sejuk seperti saat tanganmu menjabat erat
masih tulus seperti saat kau menghibur pekat jiwaku
masih lembut seperti saat kau mengikis amarah hatiku
dirimu yang tersenyum di ujung pagi
masih tersimpankah coretan usang tentang aku?
diriku yang tak berarti untukmu
diriku yang pernah membebani langkah tujuanmu
aku akan merias wajahku seperti badut lalu aku akan menari seperti balerina
sesekali aku akan sengaja terjatuh dan meringis dengan kesakitan palsu
sebab aku ingin melihat senyummu lagi
ini surat pertama ku
maaf… hanya lewat tulisan aku curahkan semua
bukannya aku seorang pengecut
…tapi jika kuungkap di depanmu, semua organ tubuhku serasa mati
ada kekuatan dahsyat darimu yang merengkuh dan membekap jiwaku
seperti udara mistis yang merasuk dan menyebar layaknya virus
menyesakkan jantung, dan mematikan semua syaraf gerak
hanya otak dan hatiku yang mampu bicara
bahwa “kau sangat cantik”
di tengah perjalanan jiwaku dalam menapaki nafas – nafas hidup, sesekali aku bertanya pada jenuh “mengapa kau selalu datang merengkuhku ?”,
jenuhpun menjawab, “sebuah symphoni harus tercipta, agar kau temukan sebuah ragam dalam hidup.”
“Seperti matahari yang terus berputar mengganti malam dengan pagi, pagi berganti siang, dan kembali menjadi malam.
Hal yang baru harus tercipta sebagai sensasi untuk ciptakan angin baru dalam hidup, agar kau selalu bisa menikmati kehidupan ini.”
Tak bosan hati menulis indah namamu
mengukirnya di antara rintihan puing – puing rasa
melukis senyum manis yang melekat di wajahmu
dan aku bingkai rapi dengan kayu rapuh
sisa runtuhan pohon asmara yang ku tanam